Sabtu, 17 November 2012

INTERNET MASUK DESA

Internet Masuk Desa dan Desa Masuk Internet (Bagian 2 - habis)

HL | 24 July 2012 | 15:52 Dibaca: 557   Komentar: 48   8 menarik
Melanglang ke beberapa wilayah perdesaan sambil mengamati kehadiran infrastruktur telekomunikasi khususnya internet, sangat menggugah minat penulis untuk mengetahui perkembangannya.
Telah diluncurkan program internet masuk desa (2008) dikenal dengan sebutan Universal Service Obligation (USO) > Program Desa Pinter, PLIK dan M-PLIK maka sejak itulah medium internet mulai merambah ke berbagai penjuru desa terpilih hingga wilayah terpencil.
Sebagai salah satu kebijakan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, program ini bertujuan antara lain: pemerataan akses teknologi informasi dan komunikasi, meminimalisir kesenjangan informasi di segala bidang, dan terciptanya koneksi antara masyarakat > pemerintah > pengusaha < atau semua pihak terkait secara timbal balik.
Dalam perjalanannya, program yang menjadi komitmen bersama dalam upaya memenuhi layanan internet hingga pelosok perdesaan ini ditemui kecenderungan tidaklah mulus seperti diharapkan. Beberapa catatan lapangan hasil observasi mengambil sampel area DIY dan Jateng, masih ditemui di lokasi-lokasi tertentu bahwa ada program internet desa yang cenderung pasif, bahkan jika kondisi demikian dibiarkan - tidak menutup kemungkinan menjadi mangkrak. Sebab-sebab kecenderungan pasif di antaranya:
  1. Lokasi kurang strategis > penempatan seperangkat komputer/internet desa kurang familiar, masyarakat enggan berkunjung, kesannya terlalu formal.

  2. Pengelolaan kurang jelas > siapa lembaga di desa yang berkompeten terhadap penyelenggaran internet desa, sosialisasi kurang, termasuk yang bertanggungjawab atau mengurusi bilamana terjadi masalah.

  3. Sumberdaya manusia minim > keterbatasan SDM di bidang teknologi informasi sehingga pemanfaatan internet desa tidak optimal.

  4. Pendanaan dan maintenance > tidak ada pos anggaran desa khusus pemeliharaan perangkat komputer dan peralatan elektronik terkait, teknisi komputer/internet juga belum tersedia.

  5. Kepemimpinan yang tidak mendukung > secanggih apapun infrasruktur masuk desa jika tidak didukung oleh ideologi pimpinan setempat akan berjalan terseok-seok.

  6. Pemasangan seperangkat computer/internet tidak prosedural/tidak melibatkan pihak terkait > pada umumnya pemasangan internet desa oleh pemenang tender hanya mengejar target, jalan pintas, tanpa melakukan pendekatan kepada aparat di daerah (pemkab/dinas di bidang kominfo, kecamatan) sehingga jika muncul masalah mereka tak mau perduli.

  7. Hanya sekilas dikenalkan untuk berinternet > warga desa hanya menjadi pengguna (user) pasif sehingga tak ada rasa memiliki atau kurang greget (kurang semangat) untuk menjaga keberlangsungannya.
Memahami fenomena-fenomena tersebut selanjutnya penulis (bersama tim kerja) melakukan terobosan baru agar internet di desa lebih meberdayakan masyarakat setempat. Berdasar temuan-temuan di atas, maka tim kita terpanggil untuk bertindak nyata/melakukan aksi lebih lanjut di lapangan.
Di samping berupaya menghilangkan kendala-kendala (seperti poin 1 s/d 7), juga perlu dibuat rencana berterobosan baru yaitu > menjadikan masyarakat desa berperan secara aktif dalam menggunakan/memanfaatkan internet.
Dalam kaitan ini, kemudian bersama-sama warga kita melangsungkan diskusi untuk berencana membangun sebuah medium berupa website desa. Website baru atau lebih tepatnya disebut “website percontohan” yang dikelola dan di-admin-i oleh warga desa, konten website dipasok oleh “jurnalis-jurnalis warga desa” yang sebelumnya telah menjalani pelatihan praktis tentang seluk-beluk dunia website, tentang cara menulis berita, features, artikel, minimal disesuaikan dengan situasi dan kondisi desa.
1343119481144182803
pelatihan website desa di Banjarnegara (jm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar